MOTIVASI

"ngk oleh sambat" hidup jalani apa adanya terus berusaha, kerja keras dan pantang putus asa.

Cari Blog Ini

Sabtu, 20 Desember 2014

Takhrij Al-Hadist


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Al-Hadits merupakan sumber hukum islam kedua setelah Al-Qur’an, karena ia mempunyai peranan penting, terutama sebagai hujjah dalam menetapkan hukum. Oleh karena itu validasi sebuah hadits harus menjadi perhatian. Hadits mempunyai tiga unsur penting yakni, sanad, matan dan perawi. Sebuah hadits belum dapat ditentukan apakah boleh diterima (maqbul) secara baik atau ditolak (mardud) sebelum keadaan sanadnya, apakah mereka muttashil ataukah munqathi’. Sanad berperan menentukan nilai hadits, karena sanad adalah matarantai para perawi yang mengantarkan sebuah matan. Sedangkan matan merupakan lafadh yang menunjuk pada isi sebuah hadits. Dari segi periwayatannya, posisi dan kondisi para perawi yang berderet dalam sanad sangat menentukan status sebuah hadits, apakah ia shahih, dla’if, atau lainnya. Dengan demikian ke-a’dalah-an, ke-tsiqoh-an dan ke-dlabith­-an setiap perawi sangat menentukn status hadits.
Diantara kita terkadang memperoleh atau menerima teks, baik dalam majalah maupun buku-buku agama bahkan dalam sebagian kitab karya Ulama’ Klasik, yang dinyatakan sebagi hadits tetapi tidak disertakan sanadnya bahkan tidak pula perawinya. Maka untuk memastikan apakah teks-teks tersebut benar merupakan hadits atau tidak, atau jika memang hadits maka perlu diketahui statusnya secara pasti, siapa perawinya dan siapa-siapa sanadnya. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka teks tersebut harus diteliti atau dilacak, darimana teks tersebut diambil (menunjuk pada kitab sumbernya sekaligus siapa perawinya), dan bagaimana keadaan para perawi dalam sanad setelah ditemukan sanadnya. Hasilnya akan diketahui sumber teks (kitab dan penulis atau perawi), maupun sanadnya jika teks pun diketahui apakah sahih atau tidak. Pelacakan seperti itulah namanya penelitian hadits (takhrij al-hadits).








BAB II
TAKHRIJ

1.    Pengertian Takhrij al-Hadits
Secara bahasa takhrij berarti penyatuan dua hal yang saling bertentangan. maka ada tiga istilah yang berkaitan erat dengan istilah takhrij, yaitu kata takhrij (تخريج),  ( خَرَجَ ), ikhraj (إخراج), dan istikhraj (إستخراج). Kata takhrij secara etimologi berasal dari kata kharaja-yakhruju-khurujan (خَرَجَ يَخْرُجُ خُرُوجاً ومَخْرَجاً), yang artinya nampak dari tempatnya, atau keadaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Bentuk lain dari kata kharaja :  Kharraja, akhraja dan akhtaraja yang bermakna lawan dari memasukan, yaitu mengeluarkan. Dikatakan “akhraja al-hadits wa kharajahu” artinya menampakkan dan memperlihatkan hadits kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya. Mahmud al-Thahan dalam kitabnya Usul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, menjelaskan bahwa at-takhrij menurut pengertian asal bahasanya adalah “berkumpulnya dua perkara yang berlawanan pada sesuatu yang satu”. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa ada tiga pengertian takhrij, yaitu الإستنباط (mengeluarkan dari sumbernya), التدريب (melatih atau membiasakan), dan التوجيه (mengarahkan dan menjelaskan duduk persoalan.Selain itu takhrij juga bisa memiliki arti sama dengan al-istinbath, al-tadrib, dan al-taujih. Maknanya juga bisa dari makna al-ikhraj yang sama dengan al-ibraz dan al-idzhar. Adapun secara terminology ilmu hadits takhrij adalah menunjukkan keberadaan suatu hadits di dalam kitab-kitab yang merupakan sumber utama hadits dengan mencantumkan sanad, kemudian menjelaskan tingkatan-tingkatanya ketika dibutuhkan.
Intinya bahwa takhrij adalah kegiatan mencari sumber asli dari suatu hadits yang belum diketahui keshahihannya.

2.    Latar Belakang Munculnya Ilmu Takhrij al-Hadits
Pada awalnya ilmu takhrij al-hadits tidak dibutuhkan oleh ulama dan peneliti hadits karena pengetahuan mereka tentang hadits sangat luas dan mantap. Selain itu, hubungan para ulama dengan sumber hadits aslinya pada waktu itu sangat dekat dan melekat, sehingga ketika mereka hendak menjelaskan validitas suatu hadits, mereka cukup menjelaskan tempat atau sumbernya dalam berbagai kitab hadits. Mereka mengetahui cara-cara kitab sumber hadits itu ditulis, sehingga dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki mereka tidak mengalami kesulitan untuk menggunakan dan mencari sumber dalam rangka mengemukakan suatu hadits. Apabila dibacakan kepada mereka suatu hadits yang bukan dari kitab hadits, maka dengan mudah mereka menjelaskan sumber aslinya.
Beberapa abad kemudian, para ulama hadits merasa kesulitan untuk mengetahui hadits dari sumber aslinya, terutama setelah berkembang karya-karya besar di bidang Syari'ah yang banyak menggunakan hadits sebagai dasar ketetapan hukum, begitu juga dengan ilmu-ilmu yang lain seperti Tafsir, Sejarah, dan lainnya. Keadaan ini menjadi latar belakang timbulnya keinginan para ulama untuk melakukan takhrij. Upaya yang mereka lakukan adalah dengan menjelaskan atau menunjukkan hadits kepada sumber aslinya, menjelaskan metodenya, dan menentukan kualitas hadits sesuai dengan kedudukannya.

3.    Beberapa Metode Takhrij al-Hadits
Untuk men-takhrij suatu hadits kita bisa menggunakan macam metode. Secara global metode-metode sebagai berikut:
a. Takhrij al-Hadits  dengan cara memastikan terlebih dahulu brawi suatu hadits yang dari kalangan Shahabat. Metode ini bisa kita gunakan untuk Takhrij al-Hadits  jika terdapat nama shahabat di dalam hadits yang akan menjadi objek takhrij kita. Kemudian berdasarkan nama shahabat tadi kita bisa lebih mudah melakukan takhrij dengan tiga kitab yaitu al-Masanid (kitab-kitab sanad hadist), al-Ma’ajim (kamus-kamus hadits), dan Kutub al-Athraf (kitab-kitab hadits penggalan).
b. Takhrij al-Hadits dengan cara mengetahui kata yang pertama dalam matan suatu hadits. Kita bisa memakai metode ini untuk takhrij al-hadits jika kita telah menemukan kata yang pertama disebut di dalam suatu hadits. Penggunaan metode ini akan lebih mudah dengan bantuan kitab-kitab hadits yag memuat hadits-hadits terkenal, kitab-kitab hadits yang tertulis urut berdasarkan abjad, dan kitab-kitab pengantar hadits.
c. Takhrij al-Hadits  dengan cara mengetahui kalimat yang jarang terucap di dalam bagian matan suatu hadits. Kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadli al-Hadits al-Nabawi adalah kitab yang bisa kita gunakan untuk takhrij al-hadits dengan metode ini.
d. Takhrij al-Hadits  dengan cara mengetahui terlebih dahulu tema suatu hadits. Metode ini merupakan metode yang cukup rumit dalam takhrij al-hadits. Untuk menerapkanya kita dituntut untuk memiliki olah rasa batin (dzauq) yang kuat, karena tanpaya kita akan kesulitan menentukan tema suatu hadits.
e. Takhrij al-Hadits  dengan cara melihat hal-hal khusus dalam matan dan sanad suatu hadits. Metode ini dapat kta terapkan setelah kita mendalami sifat-sifat tertentu yang terdapat di dalam matan atau sanad suatu hadits. Pada tataran selanjutnya kita harus mencari rujukan tentang sifat-sifat itu di dalam kitab-kitab yang memuatnya pada matan atau sanadnya.


4. Tujuan Dan ManfaatTakhrij
Secara terminologis, men-takhrij berarti melakukan dua hal, yaitu :Pertama, berusaha menemukan para penulis hadits itu sendiri dengan rangklaian silsilah sanad-nya dan menunjukannya pada karya-karyamereka. Kedua, memberikan penilaian kualitas hadits.
Tujuan pokok men-takhrij hadits adalah : mengetahui sumber asal hadits yang di-takhrij dan juga untuk mengetahui keadaan hadits tersebut yang berkaitan dengan maqbul dan mardud-nya. Sementara untuk manfaat takhrij adalah :
Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian serius karena di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui sumber hadits itu berasal. Di samping itu, di dalamnya ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang diperoleh, khususnya dalam menentukan kualitas sanad hadits.
Penguasaan tentang ilmu Takhrij sangat penting, bahkan merupakan suatu keharusan bagi setiap ilmuwan yang berkecimpung di bidang ilmu-ilmu kasyariahan, khususnya yang menekuni bidang hadits dan ilmu hadits. Dengan mempelajari kaidah-kaidah dan metode takhrij, seseorang akan dapat mengetahui bagaimana cara untuk sampai kepada suatu hadits di dalam sumber-sumbernya yang asli yang pertama kali disusun oleh para Ulama pengkodifikasi hadits.
Dengan mengetahui hadits tersebut dari sumber aslinya, maka akan dapat diketahui sanad-sanadnya. Dan hal ini akan memudahkan untuk melakukan penelitian sanad dalam rangka untuk mengetahui status dan kualitasnya. Dengan demikian Takhrij hadits bertujuan mengetahui sumber asal hadits yang di takhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui ditolak atau diterimanya hadits-hadits tersebut. Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadits-hadits yang pengutipannya memperhatikan kaidah-kaidah ulumul hadits yang berlaku. Sehingga hadits tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya. Secara ringkas dapat disebutkan bahwa manfaat dari takhrij Hadits antara lain sebagai berikut :
1.       Dapat diketahui banyak atau sedikitnya jalur periwayatan suatu hadits yang sedang menjadi topik kajian.
2.       Dapat diketahui status hadits sahih li dzatih atau sahih li ghairih, hasan li dzatih, atau hasan li ghairi dan yang lainnya. Demikian pula akan dapat diketahui istilah hadits mutawatir, masyhur, aziz, dan gharibnya.  
3.        Memperjelas hukum hadits dengan banyaknya riwayatnya, seperti hadits dha`if melalui satu riwayat. Maka dengan takhrij kemungkinan akan didapati riwayat lain yang dapat mengangkat status hadits tersebut kepada derajat yang lebih tinggi.
4.       Memperjelas perawi yang samar, karena dengan adanya takhrij, dapat diketahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
5.       Dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat.
6.       Memperjelas perawi hadits yang tidak diketahui namanya melalui perbandingan di antara sanad-sanadnya.
7.       Dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karena mungkin saja ada perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar. Dengan adanya sanad yang lain, maka nama perawi itu akan menjadi jelas.
8.       Dapat menjelaskan sebab-sebab timbulnya hadits melalui perbandingan sanad-sanad yang ada.
9.       Dapat mengungkap kemungkinan terjadinya kesalahan cetak melalui perbandingan-perbandingan sanad yang ada.
10.   Memberikan kemudahan bagi orang yang hendak mengamalkan setelah mengetahui bahwa hadits tersebut adalah makbul (dapat diterima). Sebaliknya, orang tidak akan mengamalkannya apabila mengetahui bahwa hadits tersebut mardud (ditolak).
11.   Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadits adalah benar-benar berasal dari Rasulullah Saw yang harus diikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadits tersebut, baik dari segi sanad maupun matan.
Manfaat dari ilmu takhrij hadits sangat banyak sekali sehingga sudah sewajarnya setiap cendekiawan muslim untuk memperhatikan ilmu ini dan mempelajarinya serta mengembangkannya sehingga akan jelas derajat suatu hadits.
5.    Sejarah Ilmu Takhrij
Ulama-ulama dahulu tidak memetingkan pada kaidah ilmu takhrij karena pengetahuan mereka pada hadis sangat luas dan hubungan mereka sumber asli sangat akrab dan kuat. Apabila mereka mau membuktikan kesahihan suatu hadis dengan spontan mereka bisa mencari dalam Kutub as-sittah bahkan di jilid beberapa terdapat hadis tersebut sehingga mudahlah bagi mereka mengetahui hadis yang didengar sumber aslinya.
Era di mana para ulama-ulama menguasai sumber asli hanya beberapa abad. Para ulama selanjutnya mulai menemui kesulitan untuk mengetahui sumber suatu hadis yang terdapat dalam Kitab Fiqih Tafsir dan Tarikh maka muncullah segolongan ulama yang mulai melakukan Takhrij hadis terhadap karya-karya ilmu tersebut dan menjelaskan kedudukan hadis itu apakah statusnya shohih. Hasan atau doif.
Di antara kitab-kitab takhrij yang pertama muncul adalah: Takhrij al-Fawaid al-Muntakhobah al-Shihah wa al-Ghoroib karya Abi Al-Ghoroib, Takhrij al-Fawaid al-Muntakhobah al-Shihah wa al-Ghoroib karya Abi Qosim al-Mahrowam dan kitab TakhrijAhadits al-Muhazzab oleh Abu Ishak As Syirozi.
Kemudian pada masa selanjutnya, karya-karya dalam bidang ilmu takhrij hadis semakin meluas hingga mencapai puluhan. Sumbangan karya-karya tersebut tidak dapat dipungkiri sangat signifikan terhadap perkembangan ilmu-ilmu keIslaman lainnya.
Mahmud at-Tahhan menyebutkan bahwa tidak diragukan lagi cabang ilmu takhrij ini sangat penting sekali bagi setiap ilmuan yang bergelut dibidang ilmu syariah khususnya bagi yang bergelut dibidang ilmu hadis dengan ilmu ini seseorang bisa memeriksa hadis ke sumber asalnya.     
























DAFTAR PUSTAKA
Al – ‘Asqalani, Ibn Hajar. Tahdzib at-Tahdzib, Juz V,  Libanon: Dar al-Kutub al-ilmiyyah, 1994.
Idris, Study Hadis, Cet I, Jakarta, Prenada Media Group, 2010
Majid khon, Abdul, Ulumul Hadis, Cet IV, Jakarta, Amzah, 2010.
Sahrani, Sohari, Ulumul Hadits, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar